Rabu, 30 Januari 2013

pengertian Ijtihad



Pendidikan Agama Islam

Ijtihad


Makalah
Disusun untuk memenuhi syarat terpenuhinya nilai mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Semester 1 tahun ajaran 2011/2012



 









Oleh :
Dian Surya Rahmadani ( 1161020 )
Manajemen B

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi PGRI Dewantara Jombang

BAB I
PENDAHULUAN


1.1       LATAR BELAKANG

Sesungguhnya Ijtihad  adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan ( Istinbat ) (الإستنباط) adalah daya usaha membuat keputusan hukum syarak berdasarkan dalil-dalil al-Quran atau Sunnah yang sedia ada.
Makalah ini mengupas tentang ijtihad dan segala hal yang berhubungan dengannya. Ijtihad hanya berada pada konteks fikih saja. Tidak ada ijtihad dalam konteks ilmu kalam atau tauhid. Dan tidak ada ijtihad terhadap dalil-dalil yang sudah pasti (qath’i)seperti shalat fardhu, puasa, zakat, haji.
Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama.
Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yng telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi.

1.2       RUMUSAN MASALAH
Dari pokok-pokok permasalahan diatas penyusun merumuskan beberapa masalah yaitu:
1.2.1 Pengertian Ijtihad
1.2.2 Dasar ijtihad
1.2.3 Ruang lingkup ijtihad
1.2.4 Metode ijtihad
1.2.5 Syarat mujtahid
1.2.6 Tingkatan para mujtahid
1.2.7 Fungsi ijtihad

1.3   Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang seluk beluk ijtihad.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui pengertian ijtihad
1.3.2.2 Untuk mengetahui dasar dasar ijtihad
1.3.2.3 Untuk mengetahui ruang lingkup ijtihad
1.3.2.4 Untuk mengetahui metode ijtihad
1.3.2.5 Untuk mengetahui syarat mujtahid
1.3.2.6 Untuk mengetahui tingkatan mujtahid
1.3.2.7 Untuk mengetahui Fungsi ijtihad


BAB  II
PEMBAHASAN
IJTIHAD

2.1    Pengertian Ijtihad
Ijtihad ( Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha dengan sungguh-sungguh, untuk memutuskan hukum suatu masalah atau perkara yang belum atau tidak aa dasar hukumnya atau tidak dibahas dalam Al-Quran dan Hadist dengan menggunakan akal sehat serta pertimbangan yang sangat matang.
Tujuan ijtihad adalah agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Quran dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum islam.
Menurut istilah ushul fikih, ijtihad adalah usaha yang dilakukan seorang mujtahid dengan seluruh kesanggupannya untuk menetapkan hukum-hukum syari’at.
Meski Al Quran sudah diturunkan Allah SWT secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Contoh ijtihad :
Salah satu contoh ijtihad yang sering dilakukan untuk saat ini adalah tentang penentuan I syawal, disini para ulama berkumpul untuk berdiskusi mengeluarkan argumen masing-masing untuk menentukan 1 Syawal, juga penentuan awal Ramadhan. Masing-masing ulama memiliki dasar hukum dan cara dalam perhitungannya, bila telah menemukan kesepakatan, maka ditentukanlah 1 syawal itu.
Kedudukan Ijtihad berbeda dengan Al-quran dan As-Sunnah, ijtihad terkait dengan ketentuan sebagai berikut :
·         Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produkb pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada ijtihad pun adalah relatif
·         Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
·         Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasullullah
·         Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
·         Dalam Proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran islam.

2.2       Dasar Ijtihad
Ijtihad bisa sumber hukumnya dari al-qur'an dan alhadis yang menghendaki digunakannya ijtihad.
·        Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59
·        Sabda Rosullullah Saw:
"dari mu'adz bin jabal ketika nabi muhammad saw mengutusnya ke yaman untuk bertindak sebagai hakim beliau bertanya kepda mu'adz apa yang kamu lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus di putuskan? Mua'dz menjawab, "aku akan memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktuk dalam kitabullah" nabi bertanya lagi "bagaimana jika dalam kitab allah tidak terdapat ketentuan tersebut?" mu'adz menjawab, " dengan berdasarkan sunnah rosulullah". Nabi bertanya lagi, "bagaimana jika ketenyuan tersebut tidak terdapat pula dalam sunnah rosullullah?" mu'adz menjawab, "aku akan menjawab dengan fikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara tanpa putusan" , lalu mu'adz mengatakan, " rosullulah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan, segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusanku untuk hal yang melegakan".

·        Sabda Rosulullah SAW yang artinya:
"bila seorang hakim akan memutuskan masalah atau suatu perkara, lalu ia melakukan ijtihad, kemudian hasilnya benar, maka ia memperoleh pahala dua (pahala ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Dan bila hasilnya salah maka ia memperoleh satu pahala (pahala melakukan ijtihad)

·           Ijtihad seorang sahabat Rosulullah SAW, Sa'adz bin Mu'adz ketika membuat keputusan hukum kepada bani khuroidhoh dan rosulullah membenarkan hasilnya, beliau bersabda "Sesungguhnya engkau telah memutuskan suatu terhadap mereka menurut hukum Allah dari atas tujuh langit".
Artinya hadist ini menunjukkan bahwa ijtihad sahabat tersebut mempunyai manfaat dan dihargai oleh rosulullah

·        Firman Allah yang artinya : "Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Katakanlah, hanya rampasan perang itu keputusan Allah dan rosul sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rosulnya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (Al-Anfal:1)

·        Fiman Allah yang artinya : "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampaan perang maka sesungguhnya setengah untuk Allah, Rosul, Kerabat rosul, anak-anak yatim, orang-oarang miskan dan ibnu sabil. Jika kamu beriamn kepada Allah dan kepada apa yang kami terunkan kepada hamba kami muhammad dari hari furqon yaitu bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa ata segala sesuatu". (Al-Anfal:41)

2.3       Ruang Lingkup Ijtihad
Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah
Berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :
Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri
Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup tiga tingkatan:
Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk kelangsung hidup manusia.
Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal yang baik

2.4       Metode - metode ijtihad
Dalam agama islam, kita akan mengenal beberapa metode ijtihad. Berikut ini adalah beberapa metode ijtihad yang patut diketahui.
·        Ijma'
Ijma’ adalah salah satu metode ijtihad yang dilakukan para ulama dengan cara berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul suatu kesepakatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Keputusan bersama ini tentu saja tidak begitu saja dilakukan, semua harus bersumber pasa Al-Quran dan juga hadist. Hasil dari ijtihad ini sering kita sebut sebagai Fatwa, dan fatwa inilah yang sebaiknya diikuti oleh umat islam.

·        Qiyas
Salah satu metode ijtihad adalah Qiyas, yaitu upaya mencari solusi permasalahan dengan cara mencari persamaan antara masalah yang sedang dihadapi dengan yang ada di dalam sumber agama ( Al-Quran dan Hadist ).
Bila masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di dalam Al-Quran maupun Hadist, maka para ulama akan menggunakan hukum yang ada di dalam sumber agama tersebut untuk menyelesaikan masalah.


·        Maslahah murshalah
Salah satu dari metode ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat adalah maslahah murshalah. Metode ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan umat. Hal paling penting adalah menghindari hal negatif dan berbuat baik penuh manfaat.

·        Istihsan
Istihsan adalah salah satu metode ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Ijtihad ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu argumen beserta fakta yang mendukung tentang suatu permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum dari permasalahan tersebut.

·        Istishab
Upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka agama dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu hari nanti ada alasan yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka hukum yang semula ditetapkan bisa diganti, asalkan semuanya masih dalam koridor agama islam yang benar.
·        Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
·         Urf
Ijtihad ini dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita.
Ijtihadt inilah yang menetapkan apakah adat tersebut boleh dilakukan atau tidak. Apabila masih dalam koridor agama islam, maka boleh dilaksanakan. Namun bila tidak sesuai dengan ajaran islam, maka harus ditinggalkan.

2.5       Syarat Mujtahid
Secara umum, ulama ushul fikih menyatakan bahwa syarat-syarat mujtahid ada lima :
·        Harus mengetahui Al-Quran dan Sunnah. Jika tidak mengetahui salah satunya, maka ia tidak layak disebut mujtahid. Bahkan tak sedikit ulama mengharuskan bahwa seseorang boleh menjadi mujtahid, bila ia menguasai 500 ayat yang mengenai hukum dan 3000 hadist rasulullah.
·        Mengetahui tentang ijma’. Ijma’ adalah sumber hukum yang ketiga. Karena itu, seorang mujtahid harus paham apa saja yang telah disepakati oleh ijma’ ulama. Jika ia menyalahi ijma’ tentunya ia akan menyalahi Al-Quran dan Sunnah.
·        Menguasai bahasa Arab dan tata bahasanya. Fungsinya, agar tidak salah memahami maksud dari firman Allah dan Hadist Rasullullah.
·        Menguasai ilmu ushul fikih dengan benar-benar memumpuni. Pasalnya, tidak bisa melakukan istinbath hukum jika tidak menguasai ilmu ushul fikih. Segala permasalahan baru diklam sebagai furu’ yang harus merujuk kepada ashal yang memiliki sandaran hukum dari Al-Quran dan Sunnah.
·        Mengetahui nasikh dan mansukh. Fungsinya adalah agar tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang telah dimansukhkan.


2.6       Tingkatan-Tingkatan Para Mujtahid
Para mujtahid mempunyai tingkatan-tingkatan:
·        Mujtahid mutlaq, yaitu mereka yang memenuhi syarat-sayarat berijtihad dan mengeluarkan fatwa dengan tanpa terikat pada mazhab mana pun.
·        Mujtahid muntasib yaitu mereka yang memenuhi syarat berijtihad, tapi masih menggabungkan dirinya pada salah satu mazhab yang ada. Artinya, ia tetap mengikuti koridor imam mazhab tersebut di dalam berijtihad.
·        Mujtahid fil madzhab yaitu para ahli yang mengikuti para imamnya baik dalam usul maupun dalam furu' misalnya imam Al-Muzani adalah mujtahid fil madzhab Syafi'i
·        Mujtahid tarjih yaitu mujtahid yang mampu menilai memilih pendapat sebagai imam untuk menentukan mana yang lebih kuat dalilnya atau mana yang sesuai dengan situasi kondisi yang ada tanpa menyimpang dari nash-nash khot'i dan tujuan syariat, misalnya Abu Ishaq al syirazi, imam Ghazali

2.7       Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.



















BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
1.    Ijtihad adalah suatu upaya pemikiran atau penelitian untuk mendapatkan hukum dalam kitabullah dan sunah rosul
2.    Dasar ijtihad:
Firman Allah surat An nisa' :59
Firman Allah surat Al anfal: 1,41
Dan banyak juga hadits-hadits Rosulullah SAW yang menyebutkan tentang dasar-dasar ijtihad
3.    Tingkatan mujtahid :
1.    Mujtahid Mutlak
2.    Mujtahid Muntasib
3.    Mujtahid fil Madzhab
4.    Mujtahid Tarjih


3.2         SARAN
Para pembaca hendaknya memahami betul masalah-masalah mengenai ijtihad. Karena dengan ijtihad seseorang mampu menetapkan hukum syara' dengan jalan menentukan dari kitab dan sunnah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Secret Diary Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang