Rabu, 30 Januari 2013

Filsafat Ilmu


Bab I
Pendahuluan

1.1    Latar Belakang

Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah. Bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang dapar digunakan untuk mendapat kesimpulan, serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

Seseorang disebut Filsuf, ahli filsafat, atau tokoh filsafat bila telah mempelajari ilmu filsafat dan mampu menerangkan suatu konsep dengan sangat detail dan dipahami sebagai suatu pemikiran yang sangat dalam.

Tidak mudah memang memahami filsafat, tapi ada beberapa filsuf yang berhasil menerangkan banyak konsep dengan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami oleh orang-orang awam sekalipun. Diantara para filsuf itu adalah Profesor Damar Djati Supadjar, dari universitas Gadjah mada. Beliau salah satu filsuf yang cukup terkenal terutama di daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1     Siapakah Profesor Damar Djati Supandjar ?
1.2.2     Bagaimana riwayat hidup Profesor Damar Djati Supadjar ?
1.2.3     Pemikiran Profesor Damar Djati Supadjar tentang Filsafat ?

1.3    Tujuan
1.3.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui Biografi tokoh Filsafat Indonesia, Profesor Damar Djati Supadjar
1.3.2     Tujuan Khusus
1.3.2.1  Untuk mengetahui  siapakah Profesor Damar Djati Supandjar.
1.3.2.2  Untuk mengetahui  bagaimana riwayat hidup Profesor Damar Djati Supadjar.
1.3.2.3  Untuk mengetahui  Pemikiran Profesor Damar Djati Supadjar tentang Filsafat.








Bab II

Pembahasan


2.1 Biogafi Tokoh Filsafat Profesor Damar Djati Supadjar

Nama lengkap Prof. Damar Djati Supadjar. Lahir di Kota Yogyakarta, Indonesia. Beliau aktif di Bidang  Budaya dan Pendidik. Profesi beliau saat ini adalah Kepala Pusat Studi Pancasila UGM, guru besar Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada.

Prof. Damar Djati Supanjar merupakan salah satu filsuf yang cukup terkenal di daerah Istimewa Yogyakarta, penceramah di berbagai forum, budayawan, narasumber diskusi majelis taklim keagamaan, guru besar UGM, penulis dan narasumber di radio maupun koran. Beliau sering kali memberikan ilustrasi dengan menggunakan fungsi tubuh manusia, konsep rumah, terutama rumah Jawa bahkan makanan pun bisa beliau kaitkan dengan memahami konsep hidup diihat dari ilmu filsafat.

Damar Djati kecil lahir 30 maret 1940 di lereng gunung Merbabu memiliki kenangan khusus tentang desa-desa di perbatasan Magelang-Semarang, tempat ia dididik oleh kedua orang tuanya. Desa-desanya itu bernama serba “sari” yakni Lokasari, Banjarsari, Nawangsari. Maka yang terakhir ini yang dipilihnya sebagai judul karya tulisnya yang pertama, yakni Nawangsari, menerawang-sari, transparan esensi. Baginya alam ini adalah lembar atau halaman “buku” yang dalam bahasa Jawa disebut kaca yang harus dibaca dengan penuh rasa dan tidak emosional – kaca Mawa rasa.

Di desa Nawang Sari inilah Damar Djati sering menyertai sang ayah untuk nyekar ke makam seseorang yang dipercayai sebagai prajurit Diponegoro dari kesatuan Wirapati. Makam itu berada di sebuah perbukitan kecil.. “Saya bisa melihat hal-hal yang jauh, menerawang ke masa-masa yang silam di sela-sela kisah kepahlawanan yang telah lalu. Untuk melangkah ke depan sesuai dengan apa yang dijangka oleh orang-orang tua,” tulis Damar dalam bukunya NAWANGSARI.

Perawakannya cenderung jangkung, tidak tegap, tidak gagah. Matanya cenderung sipit, sorotnya lembut. Menandakan dia bukan sosok yang perlu ditakuti, dipuja dan mengagung-agungkan KEAKUAN-nya. Bila berjalan cenderung merunduk dan tidak segan-segan mengangguk bila kebetulan berpapasan dengan orang lain. Gaya bicaranya lucu, kocak, cerdas suka berkelakar, insparatif dan jauh dari kesan angkuh.

Gaya Profesor Damar Djati yang lucu, sederhana, dan pandai mengaitkan segala hal dengan apa yang ada di lingkungan yang bisa dilihat mata, dirasakan kulit, dicium indera penciuman, didengar telinga, dirasakan oleh lidah, membuat keterangan beliau mudah dipahami dan membuat tertawa terpingkal-pingkal.

Seolah-olah beliau tidak pernah kehabisan kata-kata dalam menjawab pertanyaan apa pun. Kepala yang mengangguk-angguk tanda apa yang beliau terangkan benar adanya. Yang lebih lucu lagi, anggukan kepala pun dibahas oleh beliau. Hal inilah yang semakin membuat pendengar betah berlama-lama menyimak keterangan dari beliau,

Ia tumbuh pada masa-masa perjuangan fisik, sehingga Damardjati pun berkali-kali pindah sekolah sebagai pengungsi. Kelas 1 di tempat kelahirannya, kelas 2 di Madiun, kelas 3 di SD (SR) budi Utama, Yogyakarta, kelas 4, 5 dan 6 kembali di losari. SLTP pertama di SMP II Magelang, lalu pindah di SMP Kanisius (Pangudi Luhur) Ambarawa. Sementara SLTA di SGA I Semarang, karena waktu itu SGA ber-ikatan Dinas, sehingga meringankan beban keluarga. Setamat SGA mendapat izin mengikuti kuliah di fakultas pedagogik UGM, yang belakangan menjadi Fakultas Psikologi UGM. Diperoleh kesan mendalam pada usia 7 tahun, yakni ketika orang tuanya memberi pegangan hidup, “manakala lapar dan tidak mendapatkan makanan, maka makanlah doa”. Dimasa berikutnya, nasehat itu diformulasikan menjadi ajaran: madhang ora Madhang tetep Padhang.

Ayah dari beberapa anak ini, tinggal di Dusun Randujayan, Pakem, Sleman dekat lereng gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Rumahnya mungil dan sangat-sangat biasa. Pemandangannya indah dan hijau. Disebelah rumahnya, berdiri semacam rumah gebyok sederhana berdinging bambu. Ini adalah tempat para mahasiswa berjualan Tahu Telupat, Magelang.

Konon, Damar Djati sengaja mendirikan usaha ini agar para mahasiswa bisa mecari uang untuk menghidupi kuliahnya tanpa tergantung oleh orang tua. Untuk mobilitasnya sehari-hari, setelah Pak Damar memiliki kecukupan rezeki, dia memakai mobil kesukaannya: FIAT BALITA, “Bawah Lima Juta”. Beliau hoby mengoleksi mobil-mobil tua. Bila ditanya apa hubungan filsafat dengan mobil, dengan tangkas beliau akan menerangkan dengan memberikan ilustrasi dari mesin mobil, rangka mobil, setir, tempat duduk, hingga bahan bakar mobil. “dasar Filsuf, apa pun bisa diterangkan” begitu komentar penanya.
Dulu sebelum dia pindah ke Randujayan, dia menempati sebuah rumah lawas di Jalan Kaliurang, sekitar dua kilometer dari kampus. Ruang tamunya sederhana, ada satu-dua buku Jawa lawas yang menumpuk tidak beraturan. Disebelah kursi tamu yang nampak kusam, sebuah sepeda motor vespa biru yang renta dimakan usia. Dipekarangan depan rumah yang sana-sini temboknya sudah mengelupas ini, tampak seonggok pasir dan anak Pak Damar yang bermain-main menghabiskan waktu disini. Sebuah keluarga yang sangat bersahaja dan biasa-biasa saja.
Ditemani oleh Sri Winarti sebagai istrinya, yang dianugerahi 2 putra dan 2 putri, ternyata masih dihadiahi oleh-Nya tambah 1 putra lagi yang kini baru berusia 2,5 tahun , pada saat-saat ini Damar Djati bertekad untuk produktif sebagai penulis, demi Nun wal qalami wanna yasturu, yang pernah aktif (saat ini pensiun) sebagai dosen di UGM.

Profesor Damar Djati, seperti juga pemikir lainnya, tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya. Beliau tidak memaksa anak-anaknya untuk mempelajari ilmu yang sama dengannya.

Kesaksian ini didapat dari salah satu putrinya yang menyelesaikan study jurusan Kependidikan Bahasa Inggris IKIP Yogyakarta. Beliau sangat demokratis dan tetap lucu sama seperti ketika beliau menerangkan konsep filsafat di depan murid-murid atau orang kebanyakan yang rela menghabiskan waktu mendengarkan ‘ocehan’nya yang berbobot.

Pada tahun 1968 UGM membuka Fakultas Filsafat, Damardjati memantapkan langkah untuk kuliah lagi, walaupun tidak begitu lancar, sampai tamat sebagai Sarjana Filsasat pada tahun 1978, dengan tesisnya yang berjudul Unsur-Unsur Kefilsafatan Sosial Serat Sastra Gendhing. Karya Sutan agung ini sarat akan muatan filosofis. Problema pokonya ialah perihal kesaksian diri manakah yang lebih dulu bersaksi. Penglihatan (sastra) ataukah Pendengaran (Gendhing).

Seluruh perhatiannya tercurah pada masalah ketuhanan. Maka Damar  Djati tidak pernah berhenti mendalami ayat-ayat sebagai struktur wujud (awal-akhir/lahir-batin). Mak ketika Pemerintah Belanda menawarkan S3, dipusatkannya perhatiannya atas konsep Ketuhanan menurut Filsafat Proses (1986 di Leiden). Atas bimbingan Prof.Dr.C.A.Van Peursen, maka dicapailah gelar Doktor “Filsafat Ketuhanan” adalah modifikasi disertasi tersebut.

Guru Besar  Fakultas Filsafat UGM ini juga sebagai penulis aktif di SKH Kedaulatan Rakyat sebagai pengasuh rubrik “Mawas Diri” dan “Wulan-Wuruk”, di samping aktif di berbagai yayasan, jabatan barunya sebagai Ketua Umum yayasan Universitas Tidar, Magelang
Sebelum menjadi dosen, Damar Djati adalah seorang sopir colt yang menarik penumpang dari Sleman ke kampus pulang balik. Mungkin masa-masa yang cukup sulit ini dilaluinya sambil nyambi kuliah di Fakultas Filsafat. Damar Djati adalah mahasiswa pertama di Fakultas yang terletak di sisi paling timur Kampus Balaksumur tersebut. Entah bagaimana awalnya, Damar Djati kemudian menjadi Dosen.

Di fakultas Filsafat, Damar Djati adalah salah satu dosen Jurusan Filsafat Timur. Selain dosen, beliau juga pernah menjadi ketua Jurusan, hingga berlanjut sampai mendapatkan gelar guru besar. Spesialisasinya mengajar mata kuliah Filsafat Ketuhanan.

NAWANGSARI- menurut Damar Djati, tujuan belajar Filsafat adalah untuk NAWANGSARI. Yang artinya menjaring dan menyaring segala pandangan sampai kepada sari-sari esensi, yaitu hal-hal yang hakiki, yang sedalam-dalamnya, selanjut-lanjutnya. Proses manusia untuk menemukan esensi tersebut tentu terus berproses hingga akhir hayat. Penghayatan itu hendaknya sampai kepada hal-hal yang mencakup dimensi spasial ( lahir-batin ) dan temporal ( awal- akhir ). Sebab badan memang di dunia, tapi Ruh berada di tangan-Nya. Seperti sabda Nabi: Perkataanku itu syariat, perbuatanku itu tarekat, hatiku itu hakekat. Kelanjutannya adalah Ruh-ku itu makrifat. Mengapa Nabi Muhammad SAW itu besar ? karena Muhammad itu buka hanya nama diri, akan tetapi juga kualitas pribadi, yakni yang terpuji karena selalu memuji Allah. Sari-sari segala sesuatu itu ialah puja dan puji untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Enaknya makanan itu lahiriyah. Batiniah atau sarinya ialah La haula wa la quwwata ila bil-Lah.

Ilmu Ketuhanan- Manusia, menurut Damar, karena welttoffen ( keterbukaan umwelt-dunia ) selalu ingin mengetahui atau mempelajari segala persoalan, menjawabnya satu persatu, mengoreksi kesalahan-kesalahan, menanyakan kembali jawaban yang semula seolah-olah sudah final tentang Tuhan, manusia dan lainnya. Sehingga lahirlah theologia ( ilmu ketuhanan dalam rangka agama ), theodicea ( ilmu ketuhanan dalam rangka Filsafat ), serta theosofi ( sebagai organisasi spiritual ).

“Nama theofani yaitu pengejawantahan ilahi/tajall secara langsung ternyata berlaku secara khusus bagi para nabi dan rasul-Nya. Semuanya secara singkronik mewartakan risalah tauhid : La ilaha ilal-Lah” secara tidak langsung, kita juga menangkap pewartaan ilahi itu pada tata tertib alam. Hukum-hukum alam, sebagai ayat ayat-Nya yang objektif menjadi percikan dari rahasia takdir-Nya dan ilmu pasti di sisi-Nya.

Oleh sebab itu, untuk mengenal Tuhan paling pas adalah menggunakan pendekatan relijius islami, Qurani, juga filsafati sehingga terkandung kemungkinan untuk tidak berhenti pada tingkat verbalis/ kognitif, melainkan berlanjut kepada tingkatan psikomotor sebagai sebuah konspirasi total. La ilaha ilal-Lah kalimat pernyataan LA ILAHA ILAL-LAH adalah tesis akbar, terbesar sepanjang masa, menyeru sekalian alam, rumus abadi, proklamasi kemerdekaan.
Menurut Damar Djati, kalimat ini bobot kualitatifnya melebihi seluruh petala langit dan bumi. Rumusan La ilaha ilal-lah ini dapat dibedakan menjadi dua. Sebagian menghasilkan/ menindakkan ( nafi LA ILAHA ) dan sebagian lagi mengafirmasikan/ mengiyakan ( isbat: ILA-LAH ). Arti populernya: TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH. Tidak ada segala yang ada ini yang pantas disembah selain Allah.

Secara singkat, kita hanya akan membatasi diri pada tiga sistem, yaitu SISTEM KEBERADAAN ( BEING/ORDO ESSENDI ), SISTEM NILAI/ KUALITAS ( HAVING/ ORDO COGNOSCENDY ), dan SITEM KERJA ( BEHAVING/ ORDO FIENDI ), yang kesemuanya itu dicakup oleh NIAT KETAKWAAN ( ORDO AGENDI ). Artinya, sesungguhnya YANG BEKERJA, YANG HIDUP, YANG ADA itu semata-mata karena ALLAHU AKBAR. Allah bersumpah untuk itu dalam kitab suci bahwa: KEBERADAAN, NILAI, KEHIDUPAN DI LUAR itu adalah MAIN-MAIN/PERMAINAN yang akan tampak sebagai fatamorgana. “Harus bisa membedakan dengan jelas antara kesungguhan Allah dengan ciptaan-Nya, dengan kehidupan manusia yang bermain-main,” ujar Damar.

Menurut Damar Djati, pendekatan matematis merupakan latihan yang baik untuk mengoreksi kesalahan tersebut, dengan menjawab pertanyaan misalnya: “Titik itu ada apa tidak ?” “Titik sesungguhnya tidak ada, kecuali dalam rangka garis. Artinya adanya titik itu bergantung pada adanya garis. Pada garis dapat ditampung titik yang jumlahnya tak terhingga, dan seterusnya” hubungan antara titik dan garis, paralel dengan hubungan antara garis terhadap bidang, bidang terhadap ruang, jadi hubungan antar dimensional. Kita akan mendapat petunjuk bahwa SEMESTA TIGA DIMENSI ini adanya bergantung pada REALITAS BERDIMENSI EMPAT, demikian seterusnya..

Hubungan antara dunia dan akhirat, hubungan antara lahir dan batin, semestinya dipandang sebagai hubungan partialitas terhadap totalitasnya secara antar dimensional/transendental. Sebaliknya, yang superlatif mematerikan pesan imperatif kepada realitas di bawahnya, sebagai sesuatu yang imanen.

Nah, bagaimana kedudukan manusia ? “Sungguh luar biasa, kata pak Damar, karena MAN IS THE MEETING POINT OF VARIOUS STAGES OF REALITY. Manusia adalah titik temu dari beragam tingkat realitas. Ya, realitas itu bertingkat, abstraksi juga bertingkat,”

Kalimat LA ILAHA ILAL-LAH adalah KESIMPULAN DARI KESIMPULAN. Suatu hal yang memungkinkan kita membuat tali simpul baik yang berkekuatan tidak terhingg, sebagai THE DYNAMIC OR INNER STABILITY.

Maka terbuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencapai hal itu, baik secara desentratif ataupun konsentratif, sambil menjaga kesadaran bergelombang alpha rythmic, meningkatkan diri berturut-turut melalui pernyataan “LA HAULA WALA QUWWATA ILA BIL-LAH, INNA ILA LIL-ILAHI WA INNA ILAIHI RAJI’UN, LA ILAHA ILAL-LAH”

Walaupun kini usianya sudah tidak muda lagi, yakni 71 tahun. Namun, budayawan Profesor Damar Djati Supadjar tetap giat dan aktif dalam berkarya. Baru baru ini beliau meluncurkan buku “ Sumurupa Byar-e: Menyingkap Rahasia Awal-Akhir, Lahir-Batin”. Buku ini merupakan kumpulan tulisannya dalam berbagai kegiatan seminar, diskusi, dan ceramah.

Buku itu memuat berbagai pemikiran pensiunan dosen fakultas Filasafat Universitas Gadjah mada itu tentang masalah ketuhanan dan keagamaan; Filosofi dan ideologi pancasila serta masalah-masalah aktual lain seperti pendidikan dan kebudayaan.

Bagian dari hasil pemikirannya tentang kehidupan hingga melihat komdisi saat ini. Beliau menuangkan gagasan ide revolusi spiritual, revolusi tanpa huru-hara dan berdarah-darah.

Dalam bahasanya, revolusi spiritual akan berhasil jika dilakukan oleh kaum muda yang diibaratkan sebagai “ontoseno” dan “Wisanggeni” seperti di kisah pewayangan.

Profesor Damar Djati juga menjelaskan tentang pandangan hidup orang Jawa tentang kehidupan. Setiap manusia harus melalui proses “mijil” (lahir), kemudian mengalami “asmorodono” ( jatuh cinta ) dengan pasangannya, “sinom perdopo” dan “ maskumbang asmoro”. Lalu meningkat lagi “kedhandhanggulo”. Melalui proses ini kita bisa membedakan mana gula dan mana manisnya. Lewat durma, pangkur, gambuh, sebelum dipocong atau megat-ruh yakni meninggal dunia.

Beliau menambahkan, semasa hidupnya setiap orang harus bermanfaat dan mengisi hidupnya dengan berbagai hal yang baik.


Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Filsafat ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu, akan menambahnkan pendekatan religius di dalam usaha pemikirannya. Jadi filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, nemun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.

3.2 Saran
Agar kita lebih memahami Filsafat Ketuhanan hendaknya kita menerapkan pendekatan Religius. Yaitu dengan selalu mendekatkan diri pada Tuhan agar kita dapat lebih memahami kehidupan sehingga kita tidak tersesat dan selalu dalam lindungannya.





Daftar Pustaka

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Filsafat _ilmu
http://wong alus.wordpress.com/2009/05/17/gerimis-kenangan-dari-pencari-yang-terlupakan/
Tjahyadi.  S.P Lili., Tuhan para filsuf dan ilmuwan, Yogyakarta: Kanisius 2007

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Secret Diary Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang